Monday, October 10, 2011

Berapa Usia yang Ideal?

ingin ku pinang dirimu  
mau ah aku mau   
tunggu cukup usia dulu  
agar bahtera kita bahagia selamanya  
jangan hamil cepat-cepat  
jangan lahir rapat-rapat 
agar bayi lahir sehat 
dan ibu selamat  
dua anak lebih baik
   lirik jingle dan tagline iklan di atas, kerap terdengar di sela-sela iklan komersial televisi. Iklan tersebut adalah kampanye BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) agar tidak menikah dini, tidak hamil di usia muda, dan tidak memiliki anak yang terlalu banyak.
   Lalu, usia berapa yang ideal untuk menikah? Undang-undang perkawinan, No. 1 Tahun 1974 (74! betapa uzurnya undang-undang ini) mengatur usia minimal menikah untuk perempuan 16 tahun dan pria 19 tahun. Tetapi, saya berpendapat, di zaman ini usia tersebut masihlah sangat muda. Apalagi untuk si perempuan hamil dan mempunyai anak. Hati-hati menikah di bawah usia minimum tersebut, berarti pelanggaran hukum. Mungkin Anda ingat kasus Syekh Puji yang menikahi perempuan berusia 12 tahun dan diproses secara hukum. Selain untuk melindungi perempuan dari eksploitasi terhadap anak dan melindungi hak-hak reproduksi perempuan, adakah alasan lain yang membuat BKKBN repot-repot menganjurkan warganya untuk hamil tidak cepat-cepat, lahir tidak rapat-rapat, dan anak tidak banyak-banyak?
   Ada! Yaitu, karena nilai indeks pembangunan manusia Indonesia masih rendah, yaitu di peringkat 110 dari 169 negara di dunia dan masuk ke kategori medium human development. Alias, satu kategori di atas low human development.

Saturday, October 1, 2011

GADGET

    Suatu kali, pesawat sudah siap terbang, tetapi masih juga belum jalan. Pengumuman bahwa pintu ditutup juga sudah, tetapi masih juga menunggu sesuatu. Tunggu-tunggu, lalu datanglah seorang laki-laki, berpenampilan rapi, memakai headset, tangan kanan menggenggam dua buah handphone, tangan kiri membawa tas laptop, dan di punggung tas ransel. Gegas ia menuju kursi paling belakang, mengatur bagasi kabinnya, lalu duduk. Ow, jadi ini orang penting yang ditunggu-tunggu.
Peringatan untuk mengenakan sabuk pengaman, meluruskan tegakan kursi, melipat meja, membuka penutup jendela, dan mematikan handphone sudah terdengar. Tetapiii, laki-laki ini masih sibuk dengan handphone beri hitamnya, dengan smartphone lainnya, dengan headsetnya. Satu kali, awak kabin mengingatkan untuk mematikan gadget-gadgetnya, ia berkata sudah di airplane mode. Dua kali, awak kabin melintas, dan kembali mengingatkan bahwa tetap harus dimatikan. Ketiga kali awak kabin sampai menunggunya untuk mematikan semua gadgetnya.
   Setelah membuat pesawat menunggu, apa kali ini ia ingin membuat pesawat gagal lepas landas?
   Lampu tanda sabuk pengaman masih menyala, pesawat lepas landas menuju ketinggian jelajah, laki-laki ini gelisah mengetuk-ngetuk jarinya, mengambil kartu informasi di kantung kursi, membolak-balik, lalu meletakannya kembali, melihat jam tangan, lalu mengetuk-ngetuk jari lagi.