Saturday, December 10, 2011

whats behind it?

Mungkin tulisan ini, memiliki sisi-sisi kontradiktif dengan tulisan sebelumnya di sini. Namun, seperti nama blog ini, otak memang seperti taman labirin yang mewujud liku dan kelok dimana tercipta sudut dan ruang tak terduga, sebuah ketersesatan yang menyenangkan.
Semoga anda tak bosan dengan bahasan ‘memberi dan menerima’, aktivitas lazim bagi manusia sebagai makhluk sosial. Namun, entah karena perkembangan kemanusiaan yang semakin individualis dan pamrih, aktivitas ini menjadi unik dan spesial. Memberi dan menerima menjadi memiliki nilai prestise lebih kini. Entah siapa yang memulai. Entah mass unconciusness atau mass media yang memberikan prestise pada aktivitas (memberi) ini. Padahal, sekali lagi, aktivitas ini bisa dikatakan basic bagi manusia sebagai makhluk sosial.
Sebutlah serangkaian reality show televisi yang menjadikan aktivitas memberi dan menerima sebagai konsep utama, mulai dari memperbaiki rumah yang bobrok, mengetes kedermawanan orang-orang dengan meminta tolong, atau ikut tinggal dan bekerja dengan orang yang dianggap tak punya, dan mungkin ada lagi yang lain. Acara ini nampak mengemban semangat berbagi yang positif, meski jika dilihat dari sisi yang lain, juga nampak mengeksplotasi kemiskinan untuk mencari keuntungan. Anda berdiri di sisi yang mana, silahkan putuskan sendiri.

 
Drama, adalah hal penting yang dicari untuk suksesnya acara semacam ini. Maka, sangat mungkin diakhir acara ketika terjadi aktivitas memberi dan menerima, pemirsa disuguhi adegan dramatis ketika baik si pemberi dan penerima sama-sama menangis, dan kadang lebih dari itu. si penerima bisa juga menangis hingga pingsan, atau bersujud, atau macam-macamlah ekspresi dramatis lainnya.
Namun, dibalik ekspresi dramatis yang terlihat sebagai perwujudan rasa syukur itu, siapa yang tahu hatinya?
Ada sebuah kejadian, ketika seorang pegawai kantor pulang bekerja membawa nasi kotak jatah rapat yang belum sempat ia makan. Merasa terlalu repot untuk membawa nasi kotak dan naik bis yang berdesakan, ia memutuskan untuk memberikan nasi kotak itu orang yang ia temui di jalan dan tampak membutuhkan makan. Maka ketika ia melihat seorang nenek, berpakaian lusuh, duduk termenung di trotoar, tak pikir dua kali ia memberikan nasi kotak itu kepada sang nenek. Reaksi si nenek, persis adegan dramatis akhir acara yang dibahas di atas. Ia menangis terisak-isak sambil menerima nasi kotak pemberian si pegawai. Si pegawai pun terusik. Kenapa sih dia tidak memilih reaksi lain, tapi malah menangis. Kan masih banyak reaksi yang bisa dipilih. Tersenyum, bilang terimakasih, tertawa, atau apalah yang lainnya. Penasaran, lalu ia bertanya, mengapa nenek menangis?
Jawabannya, membuat si pegawai terpaku. Nenek menangis, karena ia malu. Ia malu karena orang-orang dapat dengan jelas melihat bahwa ia orang yang susah, sampai-sampai si pegawai tak ragu memberikan nasi kotak untuknya. Ia sedih, mengapa ia menjadi orang dengan hidup yang begitu susahnya ia sampai-sampai dikasihani orang. Ia malu dan sedih (-bukan terharu karena diberi makanan), maka ia menangis.
Jika anda pernah menjadi pemirsa dari salah satu acara yang dibahas di atas, maka, ketika adegan dramatis terjadi di akhir acara, anda perlu mempertanyakan. Apa sesungguhnya dibalik tangis yang dipertontonkan di sana?

No comments:

Post a Comment