Wednesday, September 25, 2013

MELANKOLIA FOTO ISTIMEWA



Tulisan ini berawal dari sebuah foto; seorang laki-laki tua tersenyum lebar, dari ekspresinya ketika di foto, kita akan langsung tahu bahwa ia sungguh sangat gembira. Lalu, fotografer yang saya tak tahu namanya, menambahkan keterangan; foto itu ia ambil saat ia melakukan perjalanan di bagian utara Vietnam, dan laki-laki yang tersenyum lebar itu belum pernah di foto sebelumnya.
 
Photo by: Anonymous
Sambil menatapi foto itu, saya mengkhayalkan situasi ketika sang fotografer mengarahkan kamera pada si kakek, si kakek tersenyum lebar, lalu sang fotografer memamerkan hasil jepretannya pada layar kamera digital, meminta alamat si kakek, dan berjanji akan mengirimi hasil cetakannya nanti. Mungkin si kakek menawarkan sang fotografer untuk istirahat sejenak di rumahnya, mungkin juga tidak. Mungkin si kakek pulang ke rumahnya dengan hati sumringah, membayangkan rasanya punya selembar foto yang bisa ia simpan. Bisa jadi kenang-kenangan untuk anak dan cucunya.

Foto ini membuat saya melankolis. Seperti ketika saya melihat foto-foto tua dengan warna hitam putih yang telah menguning. Masa-masa ketika orang tua saya masih anak-anak atau remaja, kamera tentu saja benda luar biasa mewah yang tak pernah terpikirkan untuk dimiliki sendiri. Jadi ketika ibu saya menunjukkan beberapa fotonya di masa remaja, saya menjadi melankolis karena membayangkan bagaimana foto itu diambil. 


Ada foto studio yang berarti ibu berdandan rapi lalu sengaja pergi ke studio foto. Ada foto ibu duduk di bawah pohon, yang katanya difoto oleh tukang foto keliling. Ada foto kakak ketika bayi yang juga diambil oleh tukang foto keliling. Tak banyak. Di masa itu, bagi ibu, difoto adalah hal yang istimewa. 

Sampai saya berpikir, kenang-kenangan dari masa lalu seperti foto, adalah milik orang berpunya. Cuma mereka yang di masa itu mampu membeli kamera, punya banyak foto untuk mengingat kembali sebuah peristiwa -pernikahan, kelahiran, ulang tahun- yang telah lalu, mengenang wajah-wajah muda, bercerita kepada anak dan cucu tentang masa-masa ketika mereka belum dilahirkan.

Dari foto yang jumlahnya tidak seberapa itu, saya bisa tahu rupa ibu saya ketika ia muda. Memandangnya sebagai sosok yang berbeda dari ibu yang selama ini saya tahu. Bahwa ia juga pernah remaja, belum sekuat dan setegar sekarang (setelah jadi ibu), dan saya jadi melankolis sekali, entah kenapa. Mungkin setelah melihat fotonya, saya jadi sadar bahwa ibu saya pun tak jauh berbeda dari saya. Pernah jadi remaja yang bimbang, gentar membayangkan masa depan, belajar seiring waktu hingga kemudian menjadi ibu yang bisa saya andalkan. 

Dan si kakek yang belum pernah punya foto seumur hidupnya itu, saya membayangkan mungkin ada sesal dihatinya, tak ada foto kenang-kenangan ketika ia muda. Waktu telah mengubahnya. kulitnya mengeriput, rambutnya beruban, dan ia telah luap oleh pengalaman, sarat dengan nasihat. Anak dan cucunya mungkin tak akan pernah bisa membayangkan si kakek sebagai manusia remaja. Bahwa ada satu masa penting dari hidupnya, yang mungkin sulit untuk ia jabarkan pada anak dan cucunya sendiri.

Maka saya merasa melankolis.

1 comment: