Thursday, November 7, 2013

Menulis adalah satu cara untuk menata pikiran-pikiran kita. - sesuatu yang entah saya baca/dengar dimana.


Maka saya ingin menulis tentang satu hal yang beberapa waktu ini berkelebatan dalam pikiran. Satu hal itu secara sederhana kita bahasakan sebagai 'kehilangan'.

Ada satu episode Bones yang sempat saya tonton. Pada adegan penutup Bones dengan terbata-bata menjelaskan perubahan apa yang ia rasakan semenjak hidup 'berpartner' dengan Booth. Sebelumnya, dalam pekerjaan sehari-harinya yang berhadapan dengan kematian, orang-orang hilang dan kehilangan, Bones bisa menjaga jarak, mengontrol emosi, bekerja sebaik-baiknya tanpa merasa terpengaruh suasana sedramatis apapun dari kematian yang menyebabkan kehilangan ini. Namun semenjak ia hidup berpartner, Bones mulai mengerti apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kehilangan. Kini Bones memiliki Booth, lalu ia mengerti rasanya takut kehilangan.



Membaca salah satu buku Ayu Utami, saya disuguhi cara pandang baru dalam situasi memiliki dan dimiliki. Bahwa seseorang hadir dalam hidup kita, sebagai misteri Tuhan. Seorang istri, semestinya merasa suaminya bukan sebagai miliknya, tapi sebagai misteri tuhan yang hadir dalam hidupnya. Begitu juga suami kepada istri, orangtua kepada anak, orang kepada hewan peliharaan, dan hubungan memiliki dan dimiliki lainnya.

Dalam agama saya, mungkin itu yang dibahasakan sebagai 'ikhlas'.

Seperti Bones, terkadang saya merasa takut kehilangan partner hidup saya. Namun lalu saya sadar, rasa takut kehilangan itu sepertinya lebih kepada rasa takut apa-yang-akan-terjadi-pada-diri-saya-andai-dia-tak ada. Bukan sejatinya rasa takut ia-menghilang-kemana-dan-apa-yang-terjadi-padanya. Sebuah rasa yang, eh, ternyata egois.

Pada akhirnya, saya sampai pada kesimpulan, memiliki atau tidak, sebagai sebuah pribadi, kita mestilah menjadi seseorang yang utuh. Seseorang yang bisa berbahagia sendiri, atau bersama orang-orang yang kita miliki. Sungguh saya tahu, perkara itu hanya mudah dipikirkan dan dikatakan dibanding dijalankan. Betapa beraninya saya yang belum pernah mengalami kehilangan berarti (selain kehilangan kucing peliharaan), menulis kalimat kesimpulan seperti itu.

Maka, Tuhan, aku berdoa kepadaMu, yang menggenggam misteri kami semua disini. Selamatkanlah hati dan diri kami, sesungguhnya, kami ingin hanya bergantung kepada Engkau.



1 comment:

  1. Saya suka dengan terminologi " Namun lalu saya sadar, rasa takut kehilangan itu sepertinya lebih kepada rasa takut apa-yang-akan-terjadi-pada-diri-saya-andai-dia-tak ada. Bukan sejatinya rasa takut ia-menghilang-kemana-dan-apa-yang-terjadi-padanya. Sebuah rasa yang, eh, ternyata egois."

    Terminologi yang sama juga yang saya tuangkan di tulisan saya..

    http://putri-dwianasari.blogspot.com/2012/12/one-cloth-doesnt-fit-others.html

    :)

    ReplyDelete