Saturday, October 1, 2011

GADGET

    Suatu kali, pesawat sudah siap terbang, tetapi masih juga belum jalan. Pengumuman bahwa pintu ditutup juga sudah, tetapi masih juga menunggu sesuatu. Tunggu-tunggu, lalu datanglah seorang laki-laki, berpenampilan rapi, memakai headset, tangan kanan menggenggam dua buah handphone, tangan kiri membawa tas laptop, dan di punggung tas ransel. Gegas ia menuju kursi paling belakang, mengatur bagasi kabinnya, lalu duduk. Ow, jadi ini orang penting yang ditunggu-tunggu.
Peringatan untuk mengenakan sabuk pengaman, meluruskan tegakan kursi, melipat meja, membuka penutup jendela, dan mematikan handphone sudah terdengar. Tetapiii, laki-laki ini masih sibuk dengan handphone beri hitamnya, dengan smartphone lainnya, dengan headsetnya. Satu kali, awak kabin mengingatkan untuk mematikan gadget-gadgetnya, ia berkata sudah di airplane mode. Dua kali, awak kabin melintas, dan kembali mengingatkan bahwa tetap harus dimatikan. Ketiga kali awak kabin sampai menunggunya untuk mematikan semua gadgetnya.
   Setelah membuat pesawat menunggu, apa kali ini ia ingin membuat pesawat gagal lepas landas?
   Lampu tanda sabuk pengaman masih menyala, pesawat lepas landas menuju ketinggian jelajah, laki-laki ini gelisah mengetuk-ngetuk jarinya, mengambil kartu informasi di kantung kursi, membolak-balik, lalu meletakannya kembali, melihat jam tangan, lalu mengetuk-ngetuk jari lagi.

 
   Ding. Segera setelah lampu tanda kenakan sabuk pengaman dimatikan, laki-laki ini beranjak mengambil salah satu tasnya. Dari tas yang juga berisi laptop itu, ia mengeluarkan tablet/slatenya. Kembali duduk, memasang headset, dan mulai jari-jarinya menyentuh di sini dan di sana di atas permukaan tablet/slatenya. Sibuk sekali. Sampai-sampai mengabaikan tawaran minum dari awak kabin dengan sebuah kibasan tangan.
Apa yang dikerjakannya? Proyek tenggat waktu, permasalahan genting, kemaslahatan umat? Setelah sedikit mengintip, tahulah saya, ternyata dia sedang bermain game mencari benda. Anda tahu? Itu lho, game yang menampilkan begitu banyak benda berserakan di sebuah ruangan, dan player diminta untuk mencari benda yang diminta.
   Yep. Itu lah yang menguras konsentrasinya sepanjang penerbangan.
   Diakui atau tidak, ada banyak orang yang tanpa sadar telah menjadi pecandu gadget. Sebentar saja tidak ada smartphone, i-pod, i-pad, laptop, tablet, slate, di jangkauan tangannya, ia akan merasa gelisah. Seperti tak pernah tahu bagaimana ia mesti mengisi waktu tanpa gadget-gadgetnya. Ia lupa ada hal lain yang bisa dilakukan selain ber-sms, menelepon, berinteraksi aktif di jejaring sosial, main game, atau apapun yang dilakukan dengan gadget.
   Apa? Membaca, melamun, tidur, mengamati hal-hal sekitar yang mungkin membuat seseorang menjadi lebih peduli.
   Seandainya laki-laki ini diminta menjadi saksi, tentang apakah benar orang yang duduk disampingnya adalah tersangka korupsi Nazarudin atau Gayus, pastilah ia angkat bahu dan berkata tidak tahu. Mengapa? Karena ia sibuk dengan gadgetnya.
  Dengan perantara gadget, orang-orang di zaman kini, lebih sering mengabaikan pihak kedua dan mengalihkan perhatian kepada pihak ketiga. Dalam pembicaraan antara SAYA dan ANDA, maka sesungguhnya DIA adalah pihak ketiga yang kehadirannya sekunder.
   Sebuah film pendek pernah dibuat oleh sebuah komunitas kreatif di India untuk memperjelas gejala ini. Kisah tentang seorang laki-laki yang berniat curhat ke sahabatnya, tentang persoalan hidup yang sedang ia hadapi, namun berkali-kali terpotong oleh dering handphone dan pembicaraan si sahabat dengan pihak ketiga entah di mana. Setting adegan ini dilakukan di atap, dan film berakhir dengan si laki-laki terjun bunuh diri ketika si sahabat sibuk menerima telepon. Betapa kehadirannya yang real di depan si sahabat, tidak cukup untuk membuatnya menjadi lebih penting dibanding seseorang yang sekedar say hello lewat handphone.
   Kekonyolan serupa juga kerap terlihat di iklan provider layanan GSM/CDMA. Contohnya? Banyak! Hampir setiap iklan menampilkan 2 atau lebih orang berada bersama-sama, namun masing-masing sibuk dengan telepon atau sms, berinteraksi dengan pihak ketiga.
   Ditengah anonimitas penumpang kereta misal, bertelepon, ber-sms, atau berbbm dengan orang yang kita kenal mungkin lebih nyaman dibanding mengobrol dengan orang yang baru kita kenal. Tetapi, ketika anda duduk semeja makan atau bersama di beranda dengan orang tua, dengan anak anda, dengan suami atau istri anda, mengapa tidak anda letakan sejenak gadget anda dan mendengar langsung cerita mereka?

No comments:

Post a Comment