Suatu kali, pesawat sudah siap terbang, tetapi masih juga
belum jalan. Pengumuman bahwa pintu ditutup juga sudah, tetapi masih juga
menunggu sesuatu. Tunggu-tunggu, lalu datanglah seorang laki-laki,
berpenampilan rapi, memakai headset, tangan kanan menggenggam dua buah
handphone, tangan kiri membawa tas laptop, dan di punggung tas ransel. Gegas ia
menuju kursi paling belakang, mengatur bagasi kabinnya, lalu duduk. Ow, jadi
ini orang penting yang ditunggu-tunggu.
Peringatan untuk mengenakan sabuk pengaman, meluruskan
tegakan kursi, melipat meja, membuka penutup jendela, dan mematikan handphone
sudah terdengar. Tetapiii, laki-laki ini masih sibuk dengan handphone beri
hitamnya, dengan smartphone lainnya, dengan headsetnya. Satu kali, awak
kabin mengingatkan untuk mematikan gadget-gadgetnya, ia berkata sudah di
airplane mode. Dua kali, awak kabin melintas, dan kembali mengingatkan bahwa
tetap harus dimatikan. Ketiga kali awak kabin sampai menunggunya untuk
mematikan semua gadgetnya.
Setelah membuat pesawat menunggu, apa kali ini ia ingin
membuat pesawat gagal lepas landas?
Lampu tanda sabuk pengaman masih menyala, pesawat lepas landas
menuju ketinggian jelajah, laki-laki ini gelisah mengetuk-ngetuk jarinya,
mengambil kartu informasi di kantung kursi, membolak-balik, lalu meletakannya
kembali, melihat jam tangan, lalu mengetuk-ngetuk jari lagi.
Ding. Segera setelah lampu tanda kenakan sabuk pengaman
dimatikan, laki-laki ini beranjak mengambil salah satu tasnya. Dari tas yang
juga berisi laptop itu, ia mengeluarkan tablet/slatenya. Kembali duduk,
memasang headset, dan mulai jari-jarinya menyentuh di sini dan di sana di atas
permukaan tablet/slatenya. Sibuk sekali. Sampai-sampai mengabaikan tawaran
minum dari awak kabin dengan sebuah kibasan tangan.
Apa yang dikerjakannya? Proyek tenggat waktu, permasalahan
genting, kemaslahatan umat? Setelah sedikit mengintip, tahulah saya, ternyata
dia sedang bermain game mencari benda. Anda tahu? Itu lho, game yang
menampilkan begitu banyak benda berserakan di sebuah ruangan, dan player
diminta untuk mencari benda yang diminta.
Yep. Itu lah yang menguras konsentrasinya sepanjang
penerbangan.
Diakui atau tidak, ada banyak orang yang tanpa sadar telah
menjadi pecandu gadget. Sebentar saja tidak ada smartphone, i-pod, i-pad,
laptop, tablet, slate, di jangkauan tangannya, ia akan merasa gelisah. Seperti
tak pernah tahu bagaimana ia mesti mengisi waktu tanpa gadget-gadgetnya. Ia
lupa ada hal lain yang bisa dilakukan selain ber-sms, menelepon, berinteraksi
aktif di jejaring sosial, main game, atau apapun yang dilakukan dengan gadget.
Apa? Membaca, melamun, tidur, mengamati hal-hal sekitar yang
mungkin membuat seseorang menjadi lebih peduli.
Seandainya laki-laki ini diminta menjadi saksi, tentang
apakah benar orang yang duduk disampingnya adalah tersangka korupsi Nazarudin
atau Gayus, pastilah ia angkat bahu dan berkata tidak tahu. Mengapa? Karena ia
sibuk dengan gadgetnya.
Dengan perantara gadget, orang-orang di zaman kini, lebih
sering mengabaikan pihak kedua dan mengalihkan perhatian kepada pihak ketiga.
Dalam pembicaraan antara SAYA dan ANDA, maka sesungguhnya DIA adalah pihak
ketiga yang kehadirannya sekunder.
Sebuah film pendek pernah dibuat oleh sebuah komunitas
kreatif di India untuk memperjelas gejala ini. Kisah tentang seorang laki-laki
yang berniat curhat ke sahabatnya, tentang persoalan hidup yang sedang ia
hadapi, namun berkali-kali terpotong oleh dering handphone dan pembicaraan si
sahabat dengan pihak ketiga entah di mana. Setting adegan ini dilakukan di
atap, dan film berakhir dengan si laki-laki terjun bunuh diri ketika si sahabat
sibuk menerima telepon. Betapa kehadirannya yang real di depan si sahabat,
tidak cukup untuk membuatnya menjadi lebih penting dibanding seseorang yang
sekedar say hello lewat handphone.
Kekonyolan serupa juga kerap terlihat di iklan provider
layanan GSM/CDMA. Contohnya? Banyak! Hampir setiap iklan menampilkan 2 atau lebih
orang berada bersama-sama, namun masing-masing sibuk dengan telepon atau sms,
berinteraksi dengan pihak ketiga.
Ditengah anonimitas penumpang kereta misal, bertelepon,
ber-sms, atau berbbm dengan orang yang kita kenal mungkin lebih nyaman
dibanding mengobrol dengan orang yang baru kita kenal. Tetapi, ketika anda
duduk semeja makan atau bersama di beranda dengan orang tua, dengan anak anda,
dengan suami atau istri anda, mengapa tidak anda letakan sejenak gadget anda
dan mendengar langsung cerita mereka?
No comments:
Post a Comment