Showing posts with label Ibukota. Show all posts
Showing posts with label Ibukota. Show all posts

Monday, May 28, 2012

Doa-nya Roker Mania


Setiap pagi dan sore, dalam perjalanan saya menuju tempat bekerja, saya selalu disuguhi pemandangan yang sama; kereta rel listrik (KRL) Jakarta – Bogor yang gerbongnya penuh berdesakan, hingga pintu KRL AC tidak bisa ditutup atau hingga naik ke atap dan bergelantungan di pintu KRL ekonomi.

Bagi saya, hal itu adalah sebuah pemandangan. Karena saya selalu melihatnya dari sisi seberang. Ketika pagi, saya berdiri di peron KRL arah Bogor, dan melihat betapa membludaknya para komuter yang bekerja ke Jakarta. Ketika sore, saya kembali ke Jakarta, dan melihat wajah-wajah yang telah berubah lelah, berdesakan di kereta untuk pulang. Untuk kembali ke rutinitas yang sama keesokan harinya.

Photo: Me

Dalam jarak itu, terlintas di pikiran saya, bahwa para komuter ini yang setia berkereta untuk berangkat dan pulang kerja (mereka juga saya menamakan diri kami roker- rombongan kereta), adalah manusia-manusia yang mau tak mau, harus dan bisa menaklukan trauma dan rasa takut, lalu beradaptasi.

Friday, January 20, 2012

Expensive Word: 'I Do'

This evening, after I arrange my files in order on my desk (and at least I can see it’s surface), I found these wedding invitation cards. These cards already expired and I’m about to throw it to trash bin until I realize that these cards are really beautiful. With all those colorful ribbon, soft glossy paper, sparkling dust, and golden ink letters. I don’t need it anymore, but it’s too beautifull to throw away.


I think, maybe those kind of invitation cards is a common mistake in Indonesian wedding ceremony. I said a mistake because, “Why people have to spend a lot of money for a card that have a very short life cycle?”

Saturday, November 5, 2011

cita-cita kota

Gembel dan pengemis (gepeng) mungkin sudah menjadi keseharian yang menjadi bagian dari aktivitas masyarakat di kota besar. Di Jakarta, mereka nyaris ada di mana-mana. Di perempatan jalan, berkeliling dari satu mobil ke mobil lain di tengah kemacetan, duduk di jembatan penyeberangan, atau menyusuri gerbong demi gerbong kereta rel listrik. Bagaimanapun, Jakarta, si kota sejuta mimpi, tak bisa menghindari kehadiran orang-orang yang berangan-angan bisa merubah nasib, juga tak bisa melawan ketika slum area bertumbuhan sama cepatnya dengan pembangunan mall dan jalan layang.

Ketika bulan Ramadhan tiba, entah dari mana populasi gepeng di hari-hari puasa bertambah. Bukan hanya di tempat-tempat biasa, di bulan Ramadhan konsentrasi keberadaan mereka hingga di halaman masjid-masjid besar dan pemakamam. Bulan ibadah bagi umat muslim itu menjadi momen bagi gepeng untuk menambah penghasilan, terutama di kota besar seperti Jakarta. Penerimaan warga Jakarta terhadap kehadiran mereka pun beragam. Para pengguna jembatan penyeberangan biasanya risih dengan kehadiran mereka di sepanjang jembatan. Begitu pula pengguna jalan raya yang kerap di hampiri ketika berhenti di perempatan lampu merah. Ada pula yang dengan senang hati memberi koin lima ratus atau seribu bahkan memberi tambahan roti dan minuman, sedekah, katanya.